LUWUK – Gedung DPRD Banggai berubah menjadi arena desakan rakyat, Senin (1/9/2025). Ratusan massa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa dan Rakyat Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah tak hanya berdiri di halaman, melainkan langsung menyerbu ruang sidang paripurna, menuntut wakil rakyat berani berpihak pada kepentingan publik.
Suasana ruang sidang memanas ketika mahasiswa dan rakyat menggelar pertemuan terbuka dengan para legislator. Nada kecewa dan marah terdengar jelas, terutama atas sikap DPRD yang dianggap lamban merespons aspirasi masyarakat.
Teriakan paling keras mengarah pada dua hal. Pertama, pengesahan segera Undang-Undang Perampasan Aset sebagai simbol keseriusan negara memberantas korupsi. Kedua, Pemborosan anggaran APBD Banggai yang mereka nilai tidak masuk akal di tengah banyaknya masalah mendesak rakyat.
Daftar tuntutan yang dibacakan penuh tekanan memperlihatkan betapa jauhnya jarak antara kebijakan dan kebutuhan rakyat. Dari hapus tunjangan DPR, tolak PBJT 10%, hingga pembayaran gaji honorer damkar yang mangkrak sejak Januari 2025. Tak ketinggalan persoalan lingkungan akibat tambang nikel di Siuna dan konflik agraria PT Sawindo Cemerlang ikut menjadi sorotan keras.
Massa bahkan membongkar rincian anggaran APBD yang mereka anggap boros seperti baju dinas Rp7,2 miliar, rapat koordinasi Rp31 miliar, mobil dinas Rp11,4 miliar, kolam renang Rp15 miliar, dana hibah Polda Sulteng Rp6,9 miliar, rehabilitasi mess Pemda Banggai di Palu Rp17 miliar.
Deretan angka fantastis itu dipertanyakan, sementara kebutuhan dasar rakyat masih banyak terabaikan.
Wakil Ketua DPRD Banggai, I Putu Gumi, akhirnya turun tangan menemui massa di ruang paripurna. Ia menerima dokumen tuntutan. Namun, kepastian tindak lanjutnya masih menjadi pertanyaan besar di benak para demonstran.
Aksi ini menjadi pengingat keras bahwa rakyat tidak akan diam melihat kebijakan yang dianggap menyimpang. Ruang paripurna yang seharusnya menjadi milik wakil rakyat, hari ini benar-benar dikuasai rakyat.
CB: PRZ