Ekonomi Bayangan Jadi Target, Pemerintah Incar Pajak dari Sektor yang Luput

JAKARTA – Pemerintah mulai menyoroti ruang gelap dalam perekonomian yang selama ini sulit tersentuh pajak. Dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2026, strategi besar itu disebut sebagai upaya mengatasi shadow economy atau aktivitas usaha yang berjalan, tapi tidak tercatat, sehingga tidak menyumbang pada kas negara.

Sasaran utama pemerintah adalah sektor yang ramai perputaran uangnya. Seperti perdagangan eceran, makanan dan minuman, perdagangan emas, hingga perikanan. Sektor ini dianggap menjadi “lumbung pajak yang bocor”.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan, pemerintah tidak akan menaikkan tarif pajak, yang dikejar adalah kepatuhan. “Tidak ada tarif baru. Fokus kita meningkatkan kepatuhan wajib pajak,” ujarnya di hadapan wakil rakyat, Selasa (19/8/2025) lalu.

Langkah konkret sudah digerakkan. Sejak Januari 2025, Nomor Induk Kependudukan (NIK) sudah resmi terhubung dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) melalui sistem Core Tax Administration System (CTAS). Pemerintah juga turun ke lapangan, mendata pedagang yang belum terdaftar, sekaligus memanfaatkan data OSS BKPM untuk menjaring UMKM.

Bukan hanya itu, transaksi digital lintas negara juga mulai diawasi. Pedagang di platform online yang selama ini luput dari radar, satu per satu akan dicocokkan datanya.

Target pemerintah tidak main-main. Penerimaan pajak tahun depan ditetapkan Rp 2.357,71 triliun, naik 13,5 persen dari 2025. Sementara total penerimaan negara dipatok Rp 3.147,7 triliun. Tantangannya besar, karena dalam tiga tahun terakhir pertumbuhan penerimaan rata-rata hanya 5,6 persen.

Di balik rencana ini, ada harapan besar. Kebocoran ekonomi yang selama ini dinikmati segelintir pihak bisa diatasi. Namun, rakyat kecil tentu menanti kepastian, apakah strategi ini benar-benar akan menyasar pemain besar yang bersembunyi dalam “ekonomi bayangan”, atau justru pedagang kecil yang masih berjuang bertahan hidup.

CB: PRZ