JAKARTA — Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menegaskan arah baru pembangunan pertanian Indonesia kini memasuki babak baru yakni hilirisasi. Langkah ini diambil setelah pemerintah memastikan ketahanan pangan nasional berada dalam kondisi aman dan stabil.
Dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (9/10/2025), Amran menjelaskan bahwa fokus pertanian tidak lagi sekadar mengejar produksi, melainkan bagaimana hasil pertanian bisa diolah menjadi produk bernilai tambah tinggi.
“Setelah pangan dinilai aman, kita bergerak ke hilirisasi sektor perkebunan, hortikultura, dan peternakan,” ujar Amran.
Ia menegaskan, hilirisasi adalah strategi utama untuk menghentikan ekspor bahan mentah dan menggantinya dengan ekspor produk olahan. Dengan begitu, nilai ekonomi hasil pertanian akan meningkat dan kesejahteraan petani ikut naik.
Sebagai contoh, Mentan menyoroti komoditas kelapa yang selama ini diekspor dalam bentuk utuh. Setiap tahun Indonesia mengekspor sekitar 2,8 juta ton kelapa dengan nilai Rp24 triliun. Menurutnya, jika kelapa diolah menjadi produk turunan seperti santan kelapa (coconut milk), nilainya bisa melonjak hingga 100 kali lipat.
“Potensinya bisa mencapai Rp2.400 triliun. Separuhnya saja sudah Rp1.200 triliun,” ungkap Amran optimis.
Selain kelapa, pemerintah juga menyiapkan hilirisasi untuk komoditas lain seperti gambir, di mana Indonesia menjadi pemasok utama dunia dengan pangsa pasar 80 persen. Gambir memiliki potensi besar untuk diolah menjadi bahan baku tinta pemilu, kosmetik, dan produk perawatan tubuh.
“Kita punya bahan baku, tinggal diolah agar nilai tambahnya tidak keluar negeri,” tambahnya.
Untuk mempercepat program ini, Kementerian Pertanian mengalokasikan Anggaran Belanja Tambahan (ABT) sebesar Rp9,95 triliun. Dana tersebut digunakan untuk memberikan benih dan bibit gratis kepada petani di seluruh Indonesia, mencakup pengembangan 800 ribu hektare lahan perkebunan. Program ini diproyeksikan menyerap 1,6 juta tenaga kerja baru dalam dua tahun ke depan.
Amran juga menekankan bahwa hilirisasi sektor pertanian akan terintegrasi dengan program biofuel dan bioethanol nasional. Indonesia sebagai produsen minyak sawit mentah (CPO) terbesar di dunia dengan produksi sekitar 46 juta ton per tahun, akan mengalihkan sebagian ekspornya menjadi bahan baku B50 (biodiesel) untuk memperkuat ketahanan energi nasional.
“Kalau 5,3 juta ton CPO dialihkan ke biodiesel, kita bisa hentikan impor solar dan menghemat devisa. Kita juga bisa mengendalikan harga CPO dunia karena 60 persen produksinya dari Indonesia,” jelasnya.
Menurut Amran, hilirisasi akan terus dikembangkan di seluruh subsektor pertanian, termasuk pengolahan tandan buah segar menjadi berbagai produk turunan seperti minyak goreng, margarin, dan biofuel.
“Nilai tambahnya harus tinggal di Indonesia. Itu visi besar kita,” tegasnya.
Ia menambahkan, keberhasilan program ini tidak lepas dari dukungan Presiden RI dan penyederhanaan regulasi di sektor pertanian. Salah satu langkah penting adalah pemangkasan aturan pupuk yang sebelumnya mencapai 145 regulasi, kini disederhanakan menjadi hanya tiga tahap distribusi, langsung dari produsen ke petani.
Menutup konferensi pers, Amran menyampaikan keyakinannya bahwa hilirisasi akan membawa Indonesia menuju kemandirian pangan dan energi.
“Ini mimpi besar kita, Indonesia menjadi lumbung pangan dunia. Insya Allah, tiga tahun lagi bisa terwujud,” pungkasnya.
CB: PRZ
