JAKARTA – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan strategi utama pemerintah dalam mengejar penerimaan pajak bukan sekadar menaikkan tarif, melainkan dengan mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional.
“Untuk meningkatkan tax ya kita percepat pertumbuhan ekonominya,” ujar Purbaya yang dikutip di Kantor Kementerian Keuangan, Senin (8/9/2025).
Pernyataan Purbaya bukan hanya sekadar teknokratis. Di tengah tensi politik menjelang pembahasan RAPBN 2026 di Senayan, pesan ini menyiratkan garis kebijakan fiskal pemerintahan yang ingin menunjukkan optimisme ekonomi sebagai basis legitimasi politik.
Dalam RAPBN 2026, target penerimaan pajak dipatok Rp 2.357,71 triliun, melonjak 13,51% dari target APBN tahun ini yang hanya Rp 2.076,9 triliun. Angka tersebut menjadi taruhan besar, mengingat pembiayaan negara yang makin padat oleh kebutuhan subsidi, pembangunan infrastruktur, hingga agenda politik menjelang tahun politik 2029.
Rinciannya, penerimaan terbesar berasal dari Pajak Penghasilan (PPh) sebesar Rp 1.209,36 triliun, naik dari 2025 yang hanya Rp 1.051,65 triliun. Disusul Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN & PPnBM) Rp 995,27 triliun, dari sebelumnya Rp 890,94 triliun.
Namun, tidak semua komponen tumbuh. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) justru turun menjadi Rp 26,13 triliun, lebih rendah dibanding target 2025 senilai Rp 30,08 triliun. Meski begitu, kategori “pajak lainnya” mengalami lonjakan signifikan dari Rp 104,23 triliun pada 2025 menjadi Rp 126,93 triliun di 2026. Padahal, hanya dua tahun sebelumnya, angka itu masih di bawah Rp 10 triliun.
Langkah mendorong pertumbuhan ekonomi sebagai mesin pajak jelas mengandung kalkulasi politik. Pertumbuhan tinggi akan memoles citra pemerintah sebagai penggerak kesejahteraan. Tetapi bila meleset, oposisi bisa menjadikannya amunisi kritik atas kegagalan mengelola fiskal negara.
CB: PRZ