Efisiensi Anggaran 2026: Jakarta Hemat, Daerah Bertanya-tanya

JAKARTA – Kementerian Keuangan memastikan akan melanjutkan kebijakan efisiensi anggaran pada 2026. Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Rabu (10/9/2025), menegaskan bahwa pengendalian belanja birokrasi menjadi fokus utama.

“Di tahun 2026, kita akan terus melanjutkan kebijakan efisiensi anggaran, termasuk melalui kolaborasi kegiatan, standardisasi biaya, pengendalian belanja birokrasi, dan perluasan kantor layanan bersama Kemenkeu di seluruh Indonesia,” ujar Suahasil yang dikutip.

Sejak 2020 hingga 2025, Kemenkeu mengklaim berhasil memangkas anggaran tak perlu hingga Rp 3,53 triliun. Jumlah pegawai pun ikut dipangkas. Dari 82.468 orang pada 2019, kini tinggal 77.412. Rekrutmen baru akan dilakukan lebih selektif, dengan orientasi pada kompetensi dan digitalisasi birokrasi.

Di tingkat pusat, langkah efisiensi ini tampak seperti kabar baik. Namun di daerah, gema kebijakan itu justru memunculkan tanda tanya besar. Apakah efisiensi birokrasi pusat akan berdampak nyata bagi masyarakat?

Di Kabupaten Banggai, misalnya, pemerintah daerah masih berkutat dengan jalan rusak, pelayanan publik yang terbatas, hingga belanja modal yang minim perputaran di masyarakat. Efisiensi di Jakarta seringkali berarti penghematan di kertas, tetapi di daerah, publik menunggu apakah penghematan itu akan dialihkan menjadi tambahan pembangunan.

Politik anggaran ini bisa menjadi arena tarik-menarik baru antara pusat dan daerah. DPR tentu ingin memastikan efisiensi bukan sekadar memangkas biaya birokrasi, tetapi juga mempercepat distribusi keuangan hingga ke kabupaten. Tanpa itu, efisiensi hanya akan menambah citra hemat di pusat, sementara rakyat di Banggai dan ratusan kabupaten lain tetap merasakan “defisit manfaat”.

CB: PRZ