JAKARTA — Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan pemerintah daerah (pemda) memiliki peran sentral dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan produktivitas nasional. Namun, di balik penegasan itu, muncul pertanyaan sejauh mana daerah benar-benar siap menjadi mesin penggerak utama pembangunan?
Dalam peluncuran Master Plan Produktivitas Nasional 2025–2029 di Kantor Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta, Selasa (7/10/2025), Tito menekankan bahwa sistem pemerintahan semi-desentralisasi memberi ruang besar bagi daerah untuk berinovasi dan mengambil kebijakan strategis.
“Kalau pusat saja yang bekerja tanpa didorong oleh mesin daerah yang juga bekerja penuh, maka hasilnya tidak akan maksimal,” kata Tito yang dikutip.
Dokumen Master Plan Produktivitas Nasional 2025–2029 disebut akan menjadi acuan penting bagi pembinaan dan pengawasan yang dilakukan Kemendagri terhadap pemda. Tito memuji Bappenas yang telah menyiapkan cetak biru tersebut sebagai panduan lintas kementerian dan pemerintah daerah.
Namun, di lapangan, sejumlah pengamat menilai bahwa daya dorong ekonomi di banyak daerah masih tersendat oleh masalah klasik: belanja birokrasi yang boros, serapan anggaran yang rendah di paruh pertama tahun, dan minimnya proyek produktif yang berdampak langsung bagi masyarakat.
Tito memberi contoh Kabupaten Lahat, yang dinilainya berhasil mengalihkan sebagian anggaran ke pembangunan irigasi pertanian. Langkah itu diapresiasi karena menggeser orientasi belanja dari administrasi ke sektor produktif. Tapi kasus Lahat justru menjadi pengecualian, bukan kebiasaan di banyak daerah.
“Efisiensi dan optimalisasi anggaran perlu jadi budaya, bukan sekadar kebijakan sementara,” ujar Tito dikutip.
Selain efisiensi belanja, pengendalian inflasi juga menjadi agenda utama. Tito mengungkapkan bahwa Kemendagri selama hampir tiga tahun rutin menggelar rapat mingguan dengan seluruh kepala daerah untuk memantau harga kebutuhan pokok. Ia menyebut, pemerintah menargetkan inflasi nasional berada di kisaran 2,5 persen plus minus 1 persen, angka yang dianggap ideal bagi produsen dan konsumen.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi tahunan per September 2025 berada di angka 2,65 persen. Angka ini menunjukkan stabilitas harga, namun di sisi lain juga memunculkan pertanyaan: apakah stabilitas ini ditopang oleh produktivitas nyata, atau hanya karena lemahnya daya beli masyarakat di daerah?
Tito juga menyoroti pentingnya transformasi digital sebagai fondasi e-government nasional berbasis data kependudukan. Ia memastikan bahwa data kependudukan dari Ditjen Dukcapil kini mencakup hampir seluruh warga Indonesia dan siap diintegrasikan.
“Kami sudah siap kalau mau digabung menjadi platform utama untuk e-government,” tegasnya dikutip.
Meski begitu, kesiapan digital antar daerah masih timpang. Banyak pemerintah kabupaten dan kota yang belum memiliki infrastruktur digital memadai, sementara sebagian lainnya masih kesulitan membangun sistem data yang aman dan terintegrasi.
Acara peluncuran yang turut dihadiri Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli, dan Sekjen Asian Productivity Organization Indra Pradana Singawinata itu, seolah menjadi momentum untuk menegaskan kembali bahwa produktivitas nasional bukan hanya soal rencana besar, tapi soal keseriusan daerah mengeksekusi kebijakan dengan disiplin dan transparan.
Karena itu, tantangan terbesar bagi daerah hari ini bukan hanya menjalankan perintah pusat, tetapi menunjukkan bahwa otonomi daerah benar-benar memberi manfaat bagi rakyatnya sendiri.
CB: PRZ
