LUWUK – Seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang juga tercatat sebagai peserta aktif BPJS Kesehatan dari Kelurahan Karaton, Kecamatan Luwuk, mengadukan nasibnya melalui kuasa hukum ke DPRD Banggai pada Rabu (24/9/2025). Puluhan tahun rutin membayar iuran, namun saat layanan itu benar-benar dibutuhkan, ia justru tak memperoleh hak sebagaimana mestinya.
Aleg DPRD Banggai dari PKB mengatakan, kasus ini bermula ketika pasien yang menderita diabetes harus dirawat di BRSD Luwuk. Alih-alih mendapatkan hak pelayanan kelas I, pasien justru ditempatkan di ruang kelas III. Lebih dari itu, standar pelayanan sesuai SOP tidak diberikan. Padahal BRSD Luwuk adalah rumah sakit tipe B sekaligus rujukan utama dari berbagai kabupaten tetangga seperti Morowali, Morut, Bangkep, hingga Balut.
Merasa tidak memperoleh perlakuan layak, pasien akhirnya memilih keluar dari BRSD meski kondisi kesehatannya belum sepenuhnya pulih. Ia kemudian berpindah ke RS Claire Medika, rumah sakit swasta yang juga bekerja sama dengan BPJS. Namun di sana, pasien justru diperlakukan sebagai pasien umum dengan tagihan mencapai Rp23 juta.
Padahal, sebagai peserta BPJS aktif, ia seharusnya berhak mendapatkan perlindungan finansial. Situasi inilah yang membuat persoalan ini akhirnya dibawa ke Komisi 3 DPRD Banggai.
Syafruddin Husain menegaskan bahwa peristiwa ini mencederai hak dasar rakyat. “Iuran BPJS itu dibayar setiap bulan, tapi ketika rakyat membutuhkan justru diabaikan. Ini bukan hanya soal administrasi, tapi soal nyawa,” tegasnya di Kantor DPRD Banggai, Rabu (24/9/2025).
Ketua Komisi 3 DPRD Banggai, Suparapto segera memanggil pihak terkait seperti BPJS, manajemen BRSD Luwuk, dan RS Claire Medika untuk dimintai klarifikasi. Setelah rapat dengar pendapat, Komisi 3 menyimpulkan adanya dugaan ketidakberesan dalam pelayanan kesehatan yang menyangkut hak masyarakat.
Dari hasil rapat tersebut, kata Suparpto, Komisi 3 mengeluarkan sejumlah rekomendasi penting yakni meminta Pemda Banggai berkoordinasi dengan BPJS untuk memastikan pengembalian biaya sebesar Rp23 juta kepada pasien.
Kemudian, mendesak BRSD Luwuk segera melakukan perbaikan mutu pelayanan melalui alokasi APBD Tahun 2026, agar standar pelayanan kembali sesuai dengan status rumah sakit tipe B.
Selanjutnya, mendorong pengawasan ketat terhadap rumah sakit swasta di Kabupaten Banggai, termasuk RS Claire Medika, agar pelayanan terhadap pasien BPJS tidak diselewengkan.
Yang terakhir, menginstruksikan BPJS untuk lebih gencar melakukan sosialisasi layanan di tahun anggaran 2025, agar masyarakat memahami hak-hak mereka secara utuh.
Sementara itu, Ketua Komisi 3 DPRD Banggai, Suprapto (PDIP), menyatakan pihaknya tidak akan tinggal diam. “Komisi 3 akan terus mengawal agar rekomendasi ini benar-benar dijalankan, demi tegaknya hak pasien dan perbaikan sistem kesehatan di Banggai,” ujarnya di Kantor DPRD Banggai, Rabu (24/9/2025).
Kasus ini menyingkap ironi besar dalam sistem jaminan kesehatan. Warga taat membayar iuran, namun ketika jatuh sakit harus membayar mahal sebagai pasien umum. Ketika RS pemerintah dan swasta sama-sama abai terhadap aturan, maka jelas dibutuhkan pengawasan serius.
Dewan telah membuka pintu, kini tinggal bagaimana pemda dan BPJS menjalankan kewajiban. Sebab di balik angka Rp23 juta, ada satu pesan tegas. Yakni, rakyat tidak boleh lagi diperlakukan sebagai pasien kelas dua di tanahnya sendiri.
CB: PRZ
